Seorang gadis muda menunggu penerbangannya di ruang tunggu sebuah bandara yang super sibuk
Karena harus menunggu berjam-jam, dia memutuskan membeli sebuah buku untuk menghabiskan waktunya. Dia juga membeli sebungkus kue
Dia duduk di kursi bersandaran tangan, di ruang VIP bandara, untuk istirahat dan membaca dengan tenang
Di sisi sandaran tangan di mana kue terletak, seorang laki-laki duduk di kursi sebelah, membuka majalah dan mulai membaca
Ketika ia mengambil kue pertama, laki-laki itu juga turut mengambil. Si gadis merasa gemas tapi tidak berkata apa-apa. Dia hanya berpikir:
“Lancang benar! Bila saya nggak sabaran sudah kugebuk dia untuk kenekatannya!”
Untuk setiap kue yang dia ambil, laki-laki itu turut mengambil satu.
Ini sangatlah membuatnya marah namun si gadis tak ingin sampai timbul kegaduhan di ruang itu
Ketika tinggal satu kue yang tersisa si gadis mulai berpikir:
“Aha…bakal ngapain sekarang orang yang nggak sopan ini?”
Lalu, laki-laki itu mengambil kue yang tersisa, membaginya dua, lalu memberikan yang separuh padanya.
Benar-benar keterlaluan!
Si gadis benar-benar marah besar sekarang!
Dalam kemarahannya, dia mengakhiri bukunya, dikemasnya barangnya lalu bergegas ke tempat boarding
Ketika sudah duduk di seat-nya, di dalam pesawat, dia merogoh tasnya untuk mengambil kacamata, dan….,
dia sontak terkejut,
sebungkus kuenya masih ada di dalam tas, tak tersentuh, tak terbuka!
Dia merasa sangat malu!! Dia sadar telah keliru…
Dia lupa kalau kuenya masih tersimpan di dalam tas
Laki-laki tadi telah berbagi kue dengannya, tanpa merasa marah atau sengit
…ketika si gadis amat marah, berpikir bahwa ia telah berbagi kue dengan laki-laki itu.
Dan kini tidak ada lagi kesempatan untuk menerangkan kelalaiannya..,juga untuk meminta maaf
Moril dari kisah ini…
Ada 4 hal yang tak dapat kembali..
Batu…
…setelah ia dilontarkan!!
Kata…
…setelah ia diucapkan!
Kesempatan…
…setelah ia hilang!
Waktu…
…setelah ia berlalu!
Hai disana engkau yang baik,
pernakah seseorang mengatakan seberapa spesialnya dirimu?
Cahaya yang engkau pancarkan bahkan serupa dengan cahaya bintang.
Pernakah orang mengatakan pada dirimu betapa pentingnya dirimu mengembangkan rumangsanya.
Seseorang di sana menungging senyum di hati. Tandanya sayang yang begitu nyata.
Pernakah seseorang mengatakan padamu bahwa seringkali ketika mereka merasa sedih e-mail-mu membuatnya sedikit tersenyum, sebagai tandanya ia senang.
Untuk waktu yang engkau gunakan mengirim pesan dan berbagi apa saja yang engkau temukan, tak perlu ada ucap balik terimakasih yang ditunggu, tapi setidaknya seseorang akan berpikir, mmm.. engkau sedang baik-baik saja.
Pernakah seseorang mengatakan seberapa sukanya ia padamu? Baiklah temanku yang baik, hari ini aku mau bilang padamu.
Bahwa aku percaya tanpa teman dan keluarga engkau akan kehilangan banyak hal!!!
Semoga harimu menyenangkan, dan saya senang kita berteman!!!
vKala ku tatap mentari aku teriangat rembulan. Saat ku terbangun dari lelapku. Aku tersadar in hari jadinya dirimu. Ku hanya ingin ucapkan “haap B’day” n have nice day semoga tercipta semua inginmu
vJika bisa kubuka hatimu aku takkan mampu tuk membacanya karenaaku tau tak akan ada aku didalamnya. Tapi aku akan selalu menjaga tiap lembaran hatimu agar tetap terjaga dan takkan pernah usang.
vAku kagumi cahayamu. Aku kagumi indahmu. Aku kagumi kharismamu. Selayaknya ku kagumi ubur-ubur dilaut yang bersinar indah tetapi peruh racun
vSeperti gunung yang besar aku tau kau berdiri tegar yang akan selalu disana dan takkan lari tapi aku sadar suatu nanti kau akan meletus dan memporak-porandakan hatiku dan melenyapkan semuanya bak gunung krakatau yang memisahkan pulau jawa dan sumatera
Hari ini aku menangis bukan karena merindukanmu atau mendambakanmu kembali. Tapi karena akhirnya aku sadar aku akan baik-baik saja tanpamu Sejujurnya kadanga aku sembunyi karena ingin kamu temukan. Menjauh karena ingin kamu ikuti. Menangis karena ingin kamu tenangkan. Menjatuhkan diri karena ingin kamu tangkap Aku pengen bersamamu Cuma pada dua waktu SEKARANG dan SELAMANYA Mencintamu adalah keindahan. Dicintaimu adalah anugerah Tidurlah tidur sayangku. Kujaga kamu dengan doaku.Kuselimuti kamu dengan cintaku Mari kutuntun kamu ke dalam jiwaku. Agar kamu tahu segala risauku selalu tentangmu Kukirim kata cinta karena kata serupa kristal yang kan kau bisa lihat berkaca atau kau lihat luka di dalamnya Izinkan aku memasuki hatimu yang paling sunyi dan sepi. Dimana luka dan nyeri kau simpan sendiri Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti kata yang tak sempat di ucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada Akan tiba saatnya di mana aku harus berhenti mencintaimu bukan karena aku putus asa. Tapi karena aku sadar kau akan bahagia bila aku melepaskanmu Apalah artinya bunga tanpa matahari, bumi tanpa langit dan apalah pula artinya aku tanpamu Aku mungkin bukan teman terbaik untukmu dan juga bukan sahabat terbaikmu. Tapi aku kan berjanji menjadi pen damping yang terbaik buatmu Seperti burung yang membutuhkan sayangnya untuk terbang dan seperti itulah aku membutuhkanmu Bila cinta harus erakhir dengan kesedihan, jangan pernah menyesal dengan sebuah pertemuan. Karena orang yang membuatmu sedih adalah orang yang pernah membuatmu bahagia Aku menulis namamu di langit tapi awan menghapusnya,Aku menulis namamu di pantai tapi ombak menghapusnya. Jasi ku tulis namamu di hatiku biar tak ada satupun yang dapat menghapusnya Mungkin cintaku bagimu tak lebih dari sependar cahay lilin yang redup bersinar ditengah ribuan cahaya terang lainnya. Tapi aku minta biarlah cahaya itu tetap bersinar dihatimu. Karena suatu saat cahaya itu akan bersinar lebih terang di saat cahaya yang lainnya padam Cintaku besar seperti bumi yang mengelilingi porosnya dan banyak layaknya hujan yang jatuh ke bumi Gak semua bunga bisa jadi lambang cinta, tapi kamu bisa.Gak semua pohon bisa berdiri kalau kehabisan air, tapi kaktus bisa dan gak semua orang bisa jadi pasangan yang baik tapi kamu bisa jadi yang terbaik di hatiku Akan kurangkai semua kata cinta yang ada di bumi, jadikan seikat kembang agar kau tau semua isi hatiku
Kuletakkan hidup setelah mati-nya Edgar Allan Poe dan kulirik jam dinding yang ada di kamarku ini. Pukul 23.00. Astaga …ini sudah larut malam sekali. Rupanya aku terlalu keasyikan membaca buku yang satu ini. Habis ceritanya fantastik sih. Benar-benar nampak real lho! Penulis begitu pandai melukiskan suatu keadaan yang mencekam yang akhirnya membuahkan ketegangan tersendiri bagi siapa saja yang membacanya. But, yang paling membuatku mengancungkan jempol adalah karena tidak ada unsur erotisme sama sekali di dalamnya Benar-benar berbeda dengan buku-buku misteri yang dijual di pinggir-pinggir jalan itu. Kebanyakan dari mereka justru, sepertinya sih, lebih menjorok unsur yang kumaksud tadi ketimbang basicnya yang asli. Akibatnya aku sering bertanya pada diriku sendiri, “Kapan ya, di Indonesia akan lahir penulis cerita misteri yang sekaliber Edgar Allan Poe atawa Agatha Christie?” Sebagai seorang pecandu bacaan misteri en horor, betapa aku sangat menantikan saat-saat seperti itu. Saat dimana akan lahir para pengarang buku yang berkelas wahid. Yang pasti mereka ini harus kreatif, imajinatif dan mampu menjauhkan karya-karyanya dari hal-hal yang berbau pornografi. Simple kan? Kalau sampai mereka tidak bisa, maka mereka ku anggap kalah dari penulis cerita komik misteri idolaku, Chie Watari. Ayo apa ada yang berniat memenuhi tantangan ini? Perlahan aku bangkit dari pembaringanku manakala kurasakan haus menyerang kerongkonganku. Kuraih teko kecil yang terletak di atas meja yang ada di sisi tempat tidurku. Saat akan kutuangkan ke dalam gelas… Sial! Ternyata airnya habis. Ini dari kamar ini dan pergi ke dapur. Ruanga tengah yang ada di rumahku ini. Entah mengapa aku selalu merasa…takut? Bukan! Bukannya takut! Tapi sebuah perasaan yang aneh yang sangat sulit untuk kuartikan. Perasaan yang selalu mnyerangku tiap kali aku melewati atau berada di ruangan itu. Ruangan yang sangat luas yang mana hanya ada dua kursi di sana. Dua kursi yang terletak saling bersisian. Ini…aneh kan? Selain itu tak ada apa-apa lagi di ruangan itu. Eh, ya, masih ada lagi yang tertinggal. Dan itu adalah hamparan karpet di lantai dan dua buah pot besar yang berisi sejenis tanaman beringin, kelihatannya sudah dibonsaikan. Kedua pot yang ditanami tumbuhan yang sepintas terlihat kembar itu diletakkan di kedua sudut ruangan, perisi di belakang dua buah kursi yang terletak berisian seperti singgahsana raja dan ratu itu. Akibatnya ruangan yang sudah luas itu jadi kian nampak luas saja di mataku. Sangat serasi untuk dijadikan semacam pendopo atau tempat pertemuan. Dengan ogah-ogahan kulangkahkan kakiku. Kubuka pintu kamarku dan melangkah ke luar. Sepi…mengapa malam ini sepi sekali? Atau hanya perasaanku saja? Memang semestinya malam itu begitu. Tidak…malam ini memang sepi sekali. Teramat sangat sepi. Dari tadi tak terdengar suara binatang malam meskipun itu hanya tokek sekalipun. Sepi malam ini adalah sepi yang beku dan mati. Aromanya terasa hambar dan menyesakkan rongga-rongga dadaku. Tanpa sadar aku menggigil. Dadaku kurasakan semakin sesak manakala kusadari kalayu langkahku kian dekat dengan ruangan itu. Apa sebaiknya aku kembali lagi ke kamarku ya? Tapi bodoh! Memangnya apa sih yang harus aku takutkan? Tangan-tangan pucat pasi yang tiba-tiba muncul dari kegelapan dan mencekikkuhidu-hidup? Begitu?Ah,itu tak mungkin, kalau memang ada hantu di rumah ini, mestinya aku sudah melihatnya sejak dulu-dulu lagi. Ya, sejak aku kecil. Tapi nyatanya tidak kan? Buktinya semua penghuni ruangan ini tenang-tenang saja kok! Tak pernah terdengar keluhan menyangkut teror dari makhluk-makhluk gaib dan sebangsanya itu. So,what I should afraid of? Nothing. Akupun meneruskan langkahku yang sempat terhenti, langkahku yang ini kurasakan lebih ringan dari yang tadi. Mungkin , karena aku sudah terlepas dari segala macam pikiran buruk yang membelengguku. Tinggal satu, dua langkah dan kutarik dan kusembunyikan tubuhku dibalik dinding tikungan ini. Sesaat aku mengatur nafasku. Apakah aku tidak salah lihat? Kok ruangan itu jadi ramai sekali? Begitu banyak orang yang ada disana. Seperti mau rapat! Apa ibuku sedang mengadakan arisan? Ah, sepertinya tidak atau jangan-jangan ayahku sedang mengadakan rapat RT untuk membahas ayam-ayam warga yang kerap hilang akhir-akhir ini? Eh, itu …tunggu dulu! Kalau lah ibuku mangadakan arisan atau ayahku mengdakan rapat, masaka pada jam segini sih? Terus orang-orang itu siapa dong? Maling? Gile…! Masak maling memakai pakaian seperti itu? Kulongokan wajahku dan kuberanikan diri untuk meneliti wajah-wajah itu satu persatu. Tahu suasana resmi orang jawa khan? Nah, mereka wajah-wajahnya yang ku kenal itu, mengenakan pakaian seperti itu. Satu, dua, …berapa ya jumlahnya mereka? Kelihatannya kok banyak sekali… Mataku tertuju pada dua buah kursi yang ada di ruangan itu. Masih kosong, kira-kira siapa yang akan menempatinya ya? Mungkinkah orang yang sedang mereka nanti-nantikan itu? Lho? Darimana aku tahu kalau orang-orang itu sedang menanti-nantikan seseorang? Entahlah, katakanlah aku hanya menduga-duga, soalnya orang-orang itu nampak gelisah sekali sih. Mereka kasak-kusuk dalam bahasa jawa yang untungnya masih bisa aku mengerti. Teng! Genap sudah jam 12 malam tepat. Saat itu… “Sugeng Rawuh Rama…bu…” orang-orang itu memberikan salam secara serentak pada sepasang pria dan wanita tua yang baru saja muncul di ruangan itu. Kelihatanya kedua orang itu sangat disegani oleh mereka semua. Dari tempatku kulihat sepasang pria dan wanita yang datang paling akhir itu kemudia duduk di kursi kosong itu (Atau memang sengaja dikosongkan?). Harus kuakui kalau memang lelaki tua itu kelihatan sangat berwibawa sekali. Matanya memandang satu persatu wajah-wajah yang tertunduk dihadapannya. Dai seperti kepala pasukan yang sedang memeriksa para prajurit , satu persatu, gitu kan, Hush! Ngawur! Kalau prajurit kan tidak boleh menunduk wajahnya…Apapun yang terjadi, wajah harus tetap di angkat en pandangan kedepan. Nah, itu baru betul! Sedang wanita yang ada disampingnya adalah gambaran wanita jawa yang tempo dulu. Lemah lembut ,feminim dan keibuan. Terus terang aku tak bisa menggambarkan apa yang saat ini kurasakan. Apakah itu rasa tidak percaya yang saat ini kulihat, ketakutan, tau enhat apa lagi.Semua seperti campur aduk jadi satu! Apa yang ada dihadapanku saat ini bagai sebuah dunia yang tak ku kenal. Dunia yang sudah selang tahunan atau bahlan belasan tau puluhan tahun yang lewat dari duniaku yang sekarang ini. Dan aku, telah masuk ke dalamnya? “Hei,kamu!” Celaka…rupanya karena tahu kalau aku telah mencuri dengar percakapan mereka dari tempatku ini. Kulihat, wajah-wajah mereka berpaling dan menatap ke arahku. Satu diantara mereka berdiri dan berjalan kemari. Ya, ke arahku! “Rupanya kamu sudah besar nduk. Sudah cantik.” Kata laki-laki setengah baya itu begitu ia sudah tiba dihadapanku. “Dulu kamu masih kecil sekali waktu masih kupangku dan kugendong. Sekarang…” Aku mundur beberapa langkah kala laki-laki itu berusaha menyentuh wajahku. “Kenapa nduk? Apa kau sudah lupa padaku? Ini aku… Eyangmu.” Laki-laki itu menatapku dengan wajah yang melas. Eyang…? Eyangku? Ayah dari ayahku? Tidak…tidak mungkin. Bukankah kakekku sudah meninggal saat aku baru berusia 5 tahun? Lho, kalau begitu yang dihadapanku ini… orang-orang ini… Aku ingin kembali!! Aku ingin kembali ke duniaku. Aku ingin kembali…!! “Selamat pagi! Selamat pagi! Selamat…” suara dari jam mungil pemberian kakekku itu menyadarkanku dari tidurku sekaligus mimpiku. Mimpi…? Jadi semua itu Cuma mimpi ya? Ah, ya, Cuma mimpi. Perlahan aku bangkit dari tempat tidurku dan melangkah ke arah jendela kamar ini. Begitu aku menguakkan tirainya, sinar mataharipun menerobos masuk, menyilaukan. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur, apa yang kulihat dan ku alam ke ruangan tangah itu Cuma mimpi belaka. Sial! Rupanya aku terlalu terpengaruh cerita ayahku yang mengatakan ruangan tengah itu, dari jaman dulu sering digunakan sebagai reuni keluarga yang diadakan tiap pertengahan tahun sekali. Tepatnya 15 juni . Ya, hari ini, tapi saat aku hendak melewati ruang tengah itu betapa kaget bukan alang kepalangnya diriku. Kulihat di karpet yang merah menyala itu tampak sebuah kancing baju keemasan yang unk dan antik seperti kancing-kancing yang biasa dipakai untuk pakaian eyangku dulu. Tidak…ini memang miliknya. Semalam dalam mimpiku kulihat ia mengenakan kancing yang seperti ini. Ya, aku ingat betul itu. Lho, jadi mimpiku semalam itu…reuni itu… Dan akupun ambruk ke lantai yang berhias karpet merah itu, sambil menggenggam kancing itu di tanganku***
Kita pernah begitu dekat. Seperti udara yang kita hirup, seperti air yang kita minum. Kedekatan yang telah menimbulkan iri dan cemburu yang lain, sekaligus rasa bangga di hatiku. Maklum, kamu begitu ramah, cantik, dan pintar. Sedang aku Cuma bertampang pas-pasan, cenderung kuper dan penghayal yang parah. Aku masih ingat ketika si bawel gembrot Astirin itu bertanya: “Apa sih enaknya bersobatan pada kuda sakit gigi?” Apa jawabmu? “Kalau doi bukan kuda sakit gigi, aku malah nggak bisa dekat. Aku paling seel dengan cowok reseh yang omongnya cerewet kayak emak-emak.” Ah, kamu, Fe! Aku tahu, kamu Cuma berusaha menutup kekuranganku di hadapan mereka. Mana mungkin kamu nggak senang dengan cowok yang banyak omong. Kamu sendiri ceriwisnya minta ampun. Setiap aku kehabisan kalimat, justru kamu yang merajuk: “Omong, dong! Apa gitu. Masak oleh-oleh dari liburan selama seminggu di desa hanya dua kalimat. Rugi dong! “Cerita apa lagi…Sudah habis. Cerita sungai ya Cuma itu. Sawah ya Cuma itu.” “Masak desa kakekmu Cuma ada sungai dan sawah. Kan ada sapinya, kerbaunya, kambingnya atau aym-ayamnya, masih banyak lahi kan?” hehehe… Kamu berbondong begitu, jadinya aku kelabakan. Kuakui banyak yang bisa diceritain, banyak yang menarik. Tapi omongnya susah. Kamu tahu kelemahanku, ya kalau harus omongin itu. Kalau nggak, percuma mereka memberiku gelar “kuda sakit gigi” “Besoklah, aku tuliskan dalam surat,” ucapku akhirnya “Surat? Edan kamu. Masak kita sudah ketemu mau omongnya saja pake surat. Mending kalau lewatin ke pak pos. kalau kamu berikan langsung ke aku di kelas sembunyi-sembunyi kayak dulu itu malah bikin perut mules.hehheh…. Tak bisa lain. Akhirnya aku cerita lagi. Terbata-bata, kayak anak SD belajar membaca Rasanya seluruh keringat keluar dari pori-poriku. Saat itu.
Kita pernah begitu dekat. Begitu kan, Fe? Hanya patut disayangkan, kamu sudah keburu pergi sebelum kedekatan itu membuahakan sesuatu yang seperti ku harapkan. Perasaan cinta yang ku redam saban hari akhirnya gugur perlahan namun pasti, serupa daun-daun kering yang berserak di halaman sekolah kita. Aku paham, itu bukan salahmu, bukan salahku, asat salah kita. Papamu seorang serdadu yang mesti berangkat ditugaskan kemana pun atasannya memerintahkan. Sementara aku tak bisa mengikuti kepindahanmu dari satu sekolah ke sekolah lain, dan satu kota ke kota lain. Walau sering berhayal bisa begitu Fe, jujur saja aku sudah berusaha keras untuk menghapus bayanganmu dan kenanganku atasmu. Aku takut jalan Urip Sumoharjo yang rindang oleh pohon flmboyan yang berjajar itu. Semata-mata takut teriangt, kita pernah berteduh di bawahnya sambil berkhayal (eh, yang berkhayal ukan kita tapi aku) betapa asyiknya bila di sepanjang jalan ini di beri kursi panjang-panjang untuk membaca kayak di luar negeri. Aku memang belum pernah ke luar negeri (belum pernah ke luar kota). Tapi aku sering membayangkan lewat gambar-gambar di majalah. Dan kau tertawa ketika ku utarakan itu kepadamu. Tapi aku sama sekali tidak sakit hati kau tertawakan. Aku malah makin seru membayangkan keindahan yang lain-lain, kadang yang bukan-bukan. Dua tahun kita bersama di SLTP 27. Suatu rangkaian waktu yang relatf, menurut Albert Enstein. Artinya bisa berarti lama, bisa pula terlalu singkat. Dan aku pilih yang terakhir Betul, Fe! Aku merasa waktu yang dua tahun terlalu singkat. Satu penyebaabnya jelas, aku belum bisa mewujudkannya dalam untaian cinta kasih. Aku belum sempat mengatakan cinta kepadamu, walaupun sukapku sudah lebih mewakilinya, lebih dari sekedar kata-kata. Mengertikah kamu, Fe? Adakah kamu merasakan? Semenjak kepergianmu jujur saja kukatakan, ada beberapa akli aku membayangkan gadis lain sebagai penggantim. Di SMU 9 ini gudangnya cewek cantik. Sebenarnya bisa aku membayangkan bercinta dengan salah satu, salah dua, atau beberapa sajalah diantara mereka.Cuma membayangkan, Fe, kenapa tak bisa? Tapi toh gagal-gagal melulu. Sosok dan bayanganmu lebih kuat dari mereka. Kukira itu lantaran tak sedikit memori yang kita ukir bersama. Fe, Cd plus poster Mariah Carey pemberianmu itu juga kuraway dengan baik. Cdnya sekali waktu ku putar, Terutama saat sedang suntuk dan ingat kamu. Posternya kupasang di depan meja belajar. Kamu tahu aku demen banget sama penyan yang di puji mati-matian sama David Foster itu. Elakanya, sat kupandang lama-lama wajah Maria Carey yang muncul justru kamu,Fe.Kamu! Oh ya, ada pengalaman lucu waktu usai ebtanas SLTP kamu masih ingat Cintanya, kan? Ya, yang memusuhimu habis-habisan dan pada gilirannya memusuhi aku juga itu? Iya akhirnya menyadari kesalahnanya dan minta maaf. Kepingin minta maaf kepadamu juga, tapi kebruh kamu pindah. Jadinya dilewatkan ke aku. Dikiranya aku bisa selalu berhubungan denganmu. Padahal surat yang ke enam itu kontak kita akhirnya putus oleh sesuatu yang tak jelas. Ajaibnya, Fe, bukan Cuma minta maaf. Cintanya malah omong mau ‘nelamar’ aku kalau aku mau. Iya, Fe, omongnya ‘nglamar’ Aku samapai gelagapan dibuatnya. Tak tahu harus ngejawab apa. Mau kubilang ‘kamu bercanda’ takutnya dia malah marah . Solanya dia serius banget waktu omongnya. Dengar, Fe! “Aku tahu, kmau duluan jadian sama si Ife itu, karena Ife yang agresif. Ife yang ngelamar kamu, aku tau itu. Tanpa begitu nggak mungkin dia bisa pacaran sama kamu” Astaga naga ! Cintanya yakin banget kita pacaran. Padahal, kita Cuma bisa dekat. Setidaknya kiat tidak pernah ngomong apa istilahnya yang paling tepat untuk kedekatan kita. Tapi tunggu dulu, Cintanya masih terus dengan ocehannya! “Aku juga tahu kamu sedang kosong. Iya, akan her?” Kosong? Tiba-tiba kau kepingin ketawa keras. Tiba-tiba aku ingat kata kosong yang kamu ucapkan bila kita pesan bakso di pojok kota barat. Kok kayak bakso aja ya, Kosongan? “Kamu tak harus menjawab sekarang, her. Masih ada beberapa minggu sebelum perpisahan sekolah kita. Aku kepingin tahu jawabannmu. Langsung dari mulutmu. Tak pake surat-suratan. Syukur kalau nanti kita bisa satu sekolah lagi. Seandainya tidak, sekurang-kurangnya aku sudah tahu apakah cinta kamu sudah tumplek blek ke Ife atau masih mencintai yang lain.” Ah kamu pasti tau jawabku, fe. Jawabanku adalah tidak menjawab. Mana mungkin aku bisa ngomong soal kamu tau soal kita ke dia. Untung ia pun akhirnya tak menagih. Waktu perayaan perpisahan di aula, ia malah nampak akrab dengan Beni. Satu mobil dengan nak juraganmebel itu waktu pulang. Alhamdullliha! Fe, kita pernah begitu dekat. Kedekatan yang membuatku seperti disiksa kekkangenan dari waktu kewaktu. Kedekatan yang membuatku masih sendiri di mala minggu dan harus kikuk bila harus menghadiri ultah teman. Itulah , maka aku hampir berteriak gila ketika aku sudah berada di puncak kelelahan mengharapkan datangnya keajaiban tiba-tiba kamu muncul di SMU 9 . Tentu aku tak yakin, Fe. Bila bukan kamu sendiri yang datang ke kelasku di iringi anak 11.8 (Ah, siapa namanya itu?) Waktu istirahat pertama. “Aku masih Ife Rahardianti yang dulu, Her. Tuhanyang memepertemukan kta kembali. Ayahku dipindahkan ke sini lagi untuk promosi jabatan dan kepangkatan yang lebih tinggi” dengan suara yang amat ku kenal. Aku tersenyum. Kaku saat harus menjabat tangnmu. Seolah menghadapi kenalan baru. Padahal aku juga sadar, kamu masih belum banyak berubah. Msih canti, masih pintar dan masig secerewet cucak rowo. Lalu kamu tanya, aku naik apa pulangnya, yang segera aku jawab: biasa naik angkutan umum. “Kita bisa bareng,” ujarmu dengan mata berbinar. “Apa kamu tak dijemput,” “ Dijempur pak supir makanya kita bisa bareng.” Ah, aku tak pernah bermimpi bisa naik mobil pribadi. Apalagi semobil denganmu. Tapi toh tak semua kenyataan harus diawali dengan mimpi. Kalau ku tawari mampir. Kamu menolak dengan alasan lain kali saja untuk tak menampakkan kegembiraan yang berlebihan. Maka juga kubilang yang sama: lain hari saja. Toh, nggak keburu pindah lagi, kan? (Tapi ayng ini Cuma dalam hati”) Sabtu sore aku datang ke rumahmu. Seperti janjimu siangnya, kamu menjemputku di tempat penjagaan. Bukan karena aku takut menghadapi petugas jaga yang seram-seram itu, tapi pasti lebih tidak banyak tanya-jawab, bila kamu yang menjelaskan. Lalu akupun duduk di ruang teras. Ibumu masih ingat padaku. Masih menyambut ramah walaupun logat jawa Timurnya masih tetap kental “Kebetulan her. Ini malam kan ada pentasnya Shelia on 7 di GOR. Kita nonton yik?” Aku senang dengan tawaranmu itu. Aku pun berminat. Tapi ketika tawaranmu itu tak Cuma berhenti di situ, kalimat lanjutannya itulah yang bikin aku seakan mati berdiri. “Nanti Rizal menjemputku nanti kita bisa berangkat bareng-bareng.” “Rizal?” “Iya Rizal. Rizal kita itu. Masak lupa?” Ah, kalau Rizal yang itu ya keterlaluan kalau sampai lupa. Ia teman sekelas waktu di SLTP, bahkan pernah sebangku di kelas dua. Cukup akrab walau tak sedekat hubunganku dengan Ife. Kami berpisah saat itu memilih kota malang yang sejuk sebagai tempat untuk melanjutkan SMU-nya. Maklum ortunya disana. Disini dulu ia ngikut pamannya dan atas permintaan sang paman yang sangat mendamakan anak laki-laki. “Jadi Rizal datang?” tanyaku dengan perasaan tak menentu. “Dua hari yang lalu ia telpon. Bilang mau kesini. Sekalian aku beritahu ada pentas Shelia on 7 di GOR. Seneng kan kita bisa ngumpul lagi.” Tuturmu dalam nada riang yang lepas. Sementara kekhawatiranku semakin mendekati kenyataan. Dan aku memang tak perlu mencari pembuktian yang terlanjur sebab kamulah yang dengan entengnya berceloteh. “Sejak kepindahanku ke Jakarta ia yang rajin terus berkirim surat aku sama kamu malah sempat terputus. Dia nggak. Paling tidak, sebulan sekali ia beri kabar. Sampai akhirnya ia nekat pada suatu hari mengunjungi jakarta. Sejak itulah dan begitulah ceritanya, kami pacaran hingga sekarang. Pacaran model kertas dan kabel,hahhaaha… bisa ngomong, bisa saling baca perasaan masing-masing lewat tulisan. Tapi ketemunya amat jarang. Rencananya juga aku besok juga ambil kedokteran di Unibraw bareng dia.” “Kamu sendiri gimana,her? Masih mau jadi arsitek yang menyulap kawasan kumuh jadi asri kayak Romo Mangun?” Aku Cuma mengangguk. Kemudian menggeleng. Mengengguk lagi. Ah, Ife. Aku harus omong apa? Yang jelas, sore itu aku pilih pulang sebelum Rizal datang. Aku tak mungkin tahan melihatmu jalan bareng, bergandengan tangan. Betapapun baiknya kalian berdua kepadaku. Betapapun kuatnya keinginanku melihat pemangguangan Shelia on 7 di GOR Aku pilih jalan sendiri menyusuri sepi. Aku lebih memilih menghibur diri dengan lam yang ramah di gunung tau di laut. Kukira itu lebih baik dari pada ngotot tak rela ataupun bunuh diri. Kita memang pernah dekat, Fe! Teramat dekat. Tapi mana tahu kalau kita ternyata hanya seorang sahabat. Tak lebih dan tak kurang. Aku tak paham, apakah itu Cuma slahku yang seorang penghayal dan menulis untuk dirinya sendiri tapi tak becus membangun komunikasi lisan? Atau memang nasib harus berkata lain. Ketika mbak Arum, kakakku yang kuliah di farmasi itu menasehati agar aku mau belajar ngomong dan tak pelit dengan kata-kata, terutama di hadapan cewek, aku pun maklum Kurasa mbak Arum benar. Tapi untuk kasus kita. Fe, untuk mengejarmu apa tidak terlambat? Ibarat berjalan di atas permukaan air sungai yang mengalir, aku tak bakal menginjak air yang sama Fe,mudah-mudahan kamu membaca ksah ini***
Karena sedang bosan, ditambah rasa kesepian karena sobat karibku tidak hadir di kampus, aku ‘take a walk’ ke Falkultas Teknik. Kata teman-teman cewek, boys disana cakep-cakep dan berkulit putih. Bagus juga untuk cuci mata, karena Adam di Fakultas Pertanian rada gosong akibar keseringan praktek lapangan. Disanalah aku ketemu Aris, makhluk cakep yang satu jurusan denganku. Kami berkenalan karena ‘kecelakaan kecil’ seperti yang sering disuguhkan dalam sinetron-sinetron muraha atau roman picisan. Tabrakan dielokan pemisah studio gambar 1 dan kantor tata usaha. “Aduh!” Kuraba dahiku yang membentur sebentuk bahu kekar “Ups,t thanks!” celetuk sebuah suara pada saat yang sama. Setengah merengut kudongakkan kepala. Seraut wajah cakep melempar senyum menggoda, menampilkan sederetan gigi sempurna. “Bego.” Desisku sambil menahan sakit. “Udah buat salah, malah bilang thanks. Baru turun dari gunung mana sih. Kok nggak bisa ngebedain waktunya minta maaf dan berterima kasih?” “Hei, benar-benar sakit ya?” Suaranya agak khawatir “Emang kenapa?” “Di bulan kan nggak ada coklat,” godanya Dengan menahan dongkol aku melewatinya dan meneruskan langkah mengelilingi Fakultas Teknik. Sayang, batinku, tampang oke tapi nggak normal. Moga-moga aja makhluk berikut ‘more human’ Namun sampai kakiku pegal dan kerongkonganku kering, tak ada lagi cowok cakep yang terlihat. Semua masih di bawah tampang si tukang tabrak itu. Agaknya para makhluk cute tahu tentang kehadiranku, jadi mereka memilih sembunyi. Dasar naas. Dengan langkah lesu, kuayunkan kaki menuju halaman belakang Fakultas teknik. Dibangku sudah ada sesosok manusia yang tengah membaca. Saat kakiku menginjak rerumputan, wajahnya terangkat. “Hai,” sosok itu menyapa riang sembari (Lagi – lagi) memamerkan sederetan mutiara di sela bibirnya yang seksi mirip Kian Egan (idih!) “Ups, sori, aku kesasar . Bye!” kubalikkan tubuh. “Tunggu” ccegahnya tanpa berdiri. “Karena udah terlanjur tiba disini, kenapa nggak duduk aja? Aku tak akan mengganggumu.” “Thanks a lot, tapi aku Cuma iseng. Lebih baik aku kembali aja ke Fakultasku” Cowok itu mengangkat alisnya yang bagus, buru – buru aku menambahkan, “Fakultas Pertanian, jurusan teknologi hasil.” “Aha!” serunya dengan nada takjub. “Ternyata aku berhadapan dengan ibu petani, pekerja paling mulia.” “Itu gelar untuk anak budidaya” jelasku. “No problem. Aku sudah lama pingin punya teman anak pertanian, sepertinya kali ini keinginanku bisa terpenuhi. Mau nggak jadi temanku?” Tanpa menjawab, aku mendekat dan duduk disampingnya. “Apa untungnya buatmu?” “Tambah satu teman berarti tambah satu saudara” “Bagus” pujiku tulus. Cowok ini boleh juga kayaknya doi bukan tipe cowok yang hobi kenalan karena ganjen atau caper. “Namaku Aris” sebutnya. “Aris Djingga.” “Freshy Airlangga.” “Namamu keren, pasti selalu dalam keadaan segar ya?” “Nggak juga, sekarang aja aku sedang lesu.” “Tapi tampangmu tetap penuh semangat. Aku bisa merasakan kalau kau pekerja keras yang terkadang melalaikan istirahat, juga kesehatan, untuk menyelesaikan tugasmu.” “Aku baru tahu kalau di teknik ada jurusan paranormal.” “Aku benar kan?” kejarnya. Well, dia memang benar. Satu jam berikutnya kami terlibat percakapan seru seputar kuliah, disiplin ilmu masing – masing, dan kesulitan yang kerap ditemui dari segi matakuliah, dosen, maupun sarana perkuliahan.
Pada satu masa. Waktu itu telah lebih satu semester persahabatanku dan Aris berjalan mulus. Karena matakuliah kami sudah banyak berkurang, kami bisa semakin sering. “Hampir Valentine,” gumam Aris. Kami sedang berada di kebun percobaan mahasiswa agronomi. “Kau kelihatan sedih Ris. Apakah Ultahmu merupakan sesuatu yang mengerikan untukmu?” selidikku. “Bagaimana denganmu?” Dia malah balik bertanya. “Apakah Ultah selalu memberimu sesuatu yang spesial, mungkin kesedihan atau kegembiraan?” “Sejak dulu, yang aku tahu ultah itu waktunya memberikan kasih sayang untuk semua yang bernyawa. Aku merayakannya dengan banyak cara, baik sendiri maupun bersama keluargaku.” “Mau menceritakannya padaku?” lemah suara Aris. Aku mengunjungi panti – panti asuhan, melepaskan hewan – hewan, atau membuat acara kecil di rumah, menghiasi setiap sudut ruangan dengan pernak – pernik berwarna pink. Terkadang aku menyendiri di atap rumah, memetik gitar sambil memandang langit, lalu menitipkan pesan perdamaian pada bintang – bintang. Mendadak aku tersadar kalau Aris tak bersuara, jauh beda dengan kesehariannya. Saat kuperhatikan, wajah rupawannya begitu suram dan… matanya dipenuhi kaca – kaca cair. Kusentuh pelan jemarinya, kaca – kaca cair itu menetes. Detik berikutnya, Aris menumpahkan kesedihannya dibahuku. Aku tidak bertanya hanya mengelus bahunya untuk mengatakan bahwa aku berusaha memahami perasaannya, meski tak tahu apa yang dia alami. “Kenapa kau tidak beranya apapun Freshy?” sendat Aris sekian menit berikutnya. “Terkadang pengertian jauh lebih ajaib dari pada segudang pertanyaan. Dan tidak semua pertanyaan perlu dijawab.” Aris menyeka matanya sambil tersenyum getir. “Aku tampak konyol ya? Kau pasti menilaiku jelek sekarang. Memang gak pantas cowok nangis di depan cewek.” “Tangis dan airmata adalah milik semua manusia Ris. Kalau menangis bisa membuatmu lega, menangislah sepuasnya. Aku tidak akan melihatmu berbeda hanya karena ini.” Cowok itu tertegun. “Thanks Fresh. Seharusnya sejak dulu kita ketemu” bisiknya sambil menggenggam erat kedua tangan. “Bolehkah aku merayakan ultah kali ini bersamamu, bersama keluargamu?” “Welcome to heaven, fiend.”
Pada satu masa. Tepatnya sehari menjelang ultah. Sejak siang seisi rumahku sudah sibuk menata ruangan dengan hiasan – hiasan berwarna muda. Aku sudah memberi tahu keluargaku kalau…. “ Ultah besok, rumah kita akan kedatangan seseorang yang mungkin belum pernah merasakan kasih sayang sejati.” Mama yang lembut dan penuh perhatian merangkulku dengan cinta seraya berbisik. “Rumah ini dan seluruh isinya akan memberikan semua itu padanya.” Bahkan sikecil Leony ikut berceloteh, “Mama, boneka Ony juga boleh dipinjam kok.” “Thanks ma” aku malas berbisik, lantas berlari ke kamar untuk mencoba gaun pink pilihan mama, gaun pertama yang kumiliki dalam sepuluh tahun terakhir. Gaun itu masih melekat ditubuhku ketika telepon di ruang keluarga berdering. Kudengar mama berbicara dengan nada lirih, menutup telpon lalu merangkulku beberapa detik. “Pergilah ke rumah sakit Fresh, ada seseorang yang sangat membutuhkanmu.” Kak Wisnu mengantarku sampai ke pinti kamar tempat Aris terbaring tak berdaya. Perban yang membalut sekujur tubuhnya dipenuhi bercak merah, namun ternyata dia masih bisa merasakan kehadiranku. Bibir Aris bergerak – gerak segera ku sentuh dengan telunjuk. “Aku sudah tahu dari polisi di depan sana” bisikku sambil berusaha menahan tangis. “Kau harus sembuh Ris, setiap sudut rumahku sudah siap menyambut kedatanganmu, memberikan cinta untukmu.” “Hanya mendengarnya…, aku … sudah merasa… ada di rumahmu yang hangat…, Fresh.” “Jangan menyerah Ris, bertahanlah untukku.” Aris memberi isyarat agar aku mendekat. Kudekatkan wajah…., dan kelembutannya menyentuh sekilas bibirku. “Happy birthday Freshy.” Layar monitor elektro kardiogram menampilkan sebentuk garis lurus dan terdengar bunyi monoton. Para medis mondar-mandir mngeluarkan suara panik yang rasanya datang dari dunia lain. Aku seperti terlempar keluar dari galaksi ima Sakti.
Pada suatau masa, “Dunia sungguh tidak adil,” desisku di depan seonggok tanah merah. “Kenapa bahagia tidak pernah lama menjadi milik kita, mama, kenapa?” “Aris sudah bahagia di atas sana, sayang,” hibur mama, mengelus rambutku. “Bersama adiknya, mereka akan saling menjaga.” Terngiang di telingaku penjelasan polisi malam itu. “Adik buangsunya memang cacat mental, tapi biasanya tidak pernah bertindak agresif, bahkan sangat pasif dan tidak mau ditemui siapapun, Entah kenapa malam ini dia mnedadak liar, menyerang saudaranya. Anggota keluarga lain kebetulan tidak ada di rumah. Tiga puluh tusukan pisau di sepanjang dada, perut dan punggung korban.” “Merobek jantung dan sebagian besar paru-paru,” tamar dokter UGD yang bertugas. “Terus terang kami pesimis sejak awal karena pendarahan tidak mau berhenti. Suatau keajaiban dia bisa bertahan sampai nona datang.” “Dan adiknya?” “Bunuh diri ketika melihat kakaknya bersimbah darah.” Aris Djingga. Aku masih memakai gaun pink saat bersimpuh di depan rumah barumu. Pada suatu masa, aku janji kita akan merayakan ultah bersama. Barangkali di surga
Revi Fransiska yang akrab di sapa Vika ini merupakan sosok yang lugu, manja dan menyenangkan. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Ketty wariska, yang akrab disapa Ket. Mereka sudah berteman selama 7 tahun. Ket telah mengganggap Vika sebagai adiknya sendiri. Vika, memulai sekolahnya dengan ceria. Mereka sekarang duduk di kelas XI salah satu sekolah menengah atas di kotaBandung.
“Assalamualaikum…” Ujar Vika sambil memasuki kelas
“Walaikumsalam..” Jawab teman-temannya
“Ceria amat Vika hari ini… Ada angin apa ya??” Sindir Ket sambil senyum dan memandang ke arah Vika
:Vika juga gak tau nih…kesambet apa ya Vika ini??”
Bu’ Sisil pun masuk kelas, tapi kali ini dai tidak sendiri.
“Pagi anak-anak …hari ini kita kedatangan murid baru, Ayo perkenalkan dirimu.”
“Pagi teman-teman, namaku…Reyhon A Rozzan. Aku pindahan dari SMA N 1 Jakarta. Aku bisa dipanggil Rey
“Baik Rey kamu sekarang boleh dudk di bangku yang kosong itu” ujar bu’ Sisil.
Rey pun langsung duduk di bangku Vika dan Ket. Setelah mereka belajar, Ket pulangpun berbunyi.
Keesokan harinya.
Pagi ini, Vika bangun kesiangan. Saat itu ia melihat jam ternyata sudah jam 07.00 WIB. Padahal jam belajar telah dimulai. Vika pun pergi sekolah
Setibanya di sekolah, ternyata Rey juga terlambat.
“Kamu juga terlambat ya?” tanya Rey.
“Ya iya lah, mau ngapain lagi Vika disini: jawab Vka. (Sambil menundukan kepalanya)
“Mau aku bantuin”
“Bantuin apa?” tanya Vika sambik keheranan
“Sini (sambil menarik tangan Vika), kamu naik ke punggungku, lalu panjat pagar ini!”
Vika pun menginjakkan kakinya ke atas punggung . Lalu ia memanjat pagar tersebut kemudian di susul oleh Rey.
“Thanks berat ya, kamu udah nolong Vika”
“Biasa aja kali yuk kita masuk kelas” (mengajak vik)
Setibanya di kelas, ternyata bu’ Karla belum amsuk kelas
“Vik, kok vika bisa bareng ama Rey sih?”
“Kalian gak janjian kan?” tanya Ket
Vika terkejut lalu berkata “ ya gak lah, ngapain Vika janjian ama tu orang, tapi kenapa ya Vika jadi dek-dekan gini , ah udahlah gak usah dibahas”
Saat pulang sekolah, Raka mendekati Rey. Lalu berkata “kamu naksir ya ama Vika, emang dia tuh cantik, gini kita taruhan. Kamu tembak Vika besok di taman belakang sekolah kalau kamu diterima, berarti kamu menang,” (Raka membujuk Rey untuk menyetujuinya). Lalu Rey berfikir sejenak dan berkata “OK”. Tak disangka, ternyata Rey adalah playboy kelas kakap. Disisi lain, Vika dan Ket sedang berbicara berdua. Vika mengajak Ket untuk datang ke rumah Vika. Saat Ket sudah berada di rumah Vika, mereka ngobrol berdua.
“Ket, mengapa ya kalau Vika berada di dekat Rey jantung Vika berdebar-debar, mata Vika tak sanggup menatapmatanya dan Vika merasa sangat nyaman. Baru kali ini Vika merasa ada yang beda pada diri Vika. Apa ini namanya cinta?” Tanya Vika dengan lugunya sambil menatap mata Ket
“Em…bisa jadi iya, secara kamu kan belum pernah pacaran” (menyndir Vika)
“Tapi Vika takut ama yang namanya “Jatuh Cinta”
“Udah…Jatuh Cinta itu gak menakutkan kok”
Di sekolah, tepatnya pada saat jam istirahat. Rey mengajak Vika ke taman setelah berhasil mengajak Vika, mereka ke taman. Tapi raka mengawasi mereka diam-diam.
“Vik, duduk di situ aja deh” (mengajak ke bawah pohin). Kamu perhatiin tulisan di pohon ini. Rey mengukir kata ReyVika di pohon tersebut. Kemudian…
“Rey maksud mu…??” tanya Vika
“Ya. Vika ….apakah kau mau menerimaku??”
Kemudian Vika mengenggukkan kepalanya.
Tanpa sepengetahuan mereka Raka berkata “Sialan…Ternyata Vika mau menerima…”
Lagi-lagi Vika mengajak Ket untuk datang ke rumah Vika. Vika mencurahkan semua isi hatinya pada Ket. Ket turut senang mendengarnya. Ini adalah pacar dan cinta pertama Vika. Tapi siapa yang tau bahwa Rey juga telah menjadi pacar dan cinta terakhir Vika
Sekarang hari ke 2 mereka pacaran, betapa senangnya hati Vika. Rey mengajak Vika duduk di taman belakang sekolah lagi.
“Vik, Rey mau ngomong sama Vika. Mulai sekarang tempat ini menjadi tempat kita yang paling indah. Jadi kalau kita sedang bahagia ataupun sedih kita curahkan aja disini”
“…Vika bangga bisa memilikimu, apakah Rey akan selalu bersama Vika?” Rey hanya bisa menganggukan kepalanya.
Tapi betapa hancurnya hati Vika bila dia mengetahui yang sesungguhnya. Hari-hari mereka lalui bersama. Tak ada sedikitpun kesedihan di hati Vika. Vika selalu mencurahkan isi hatinya pada lembaran diary nya dan pada Ket. Vika sering berkata pada Ket bahwa kelak ia dewasa nantu, ia telah menggantungkan cita-citanya bahwa Vika ingin menjadi polwan, Vika ingin membasmi kejahatan, terutama penjahat cinta dan dia kan hidup bahagia bersama Rey.
1 bulan kemudian, Rey akan engikuti pertandingan Badminton antar sekolah, Vika selalu berada di sisi Rey, ia selalu memberi dukungan. Saat itu, Rey sangat gugup. Lalu Vika mendekati rey dan berkata “Jika ingin berhasil dan ingin memiliki sesuatu, selalu dengar kata hatimu. Jika hatimu tak dapat menjawab pejamkan matamu(Vika menutup mata dengan tangannya), sebut nama ayah dan ibumu. Maka kau akan mencapai apa yang ingin kau tuju. Semua kesulitan akan ringan dan kau akan menang, hanya kau yang kan menang”
Pertandingan di mulai. Pada akhirnya, Rey memenangkan pertandingan tersebut. Rey sangat bangga. Tapi hatinya bersedih. Ia berkata dalam hatinya, “Vika, kau memang gadis yang baik, lugu, perhatian, dan aku sangat nyaman berada di sisimu. Aku takut kalau kau tahu semuanya, pasti kau akan meninggalkan aku”. (meneteskan air mata)
Lalu Vika berkata “Kamu kenapa’
“Tidak…aku tidak apa-apa” Mari kita pulang
Di perjalanan, Vika melihat kelinci yang berwarna putih. Mereka pun membeli kelinci itu. Mereka memberikan nama “Molin” Kelinci itu di rawat oleh Rey, hampir setiap hari Vika menjenguk Molin di rumah rey
Selain itu mereka juga membeli 2 buah cincin, di toko, memang harga cincin itu tak seberapa, tapi di cincin itu terukir nama Vika dan Rey pada masing-masing cincin.
“Kapan cincin ini bisa diambil??”
“Kira-kira 2 minggu lagi cincin yang berukir nama ini bisa diambil” jawab penjual cincin
Kemudian Vika berkata pada Rey “Rey biar nanti Vika yang mengambil cincin kita. Vika akn langsung memberikan cincin dari tangn Vika”
“Baiklah…Rey. Tunggu ya sayang…”
Hati Rey makin tersayat-sayat. Ia takut kalau Vika akan semakin terluka, apalagi kalau Vika tahu bahwa Rey semakin merasa bersalah. Selama ini Rey hanya berpura-pura mencintai Vika. Rey memang playboy kelas kakap. Tapi baru kali ini dia merasakan sebuah kesedihan yang mendalam.
Satu tahun telah berlalu , sekarang mereka telah menjadi sepasang kekasih selama satu tahun lebih. Sekarang mereka duduk di kelas XII.
21 April besok adalah hari ulang tahun Rey. Vika ingin memberikan kejutan padanya. Cincinpun telah diambil Vika dari toko dan cincin itu akan menjadi kado istimewa dari Vika.
Keesokan harinya.
“ Wah…kuenya sudah jadi ni…kue ini khusus buat Rey. Hari ini kan usianya genap 15 tahun (berharap Rey)
Vika mengajak Rey untuk janjian di taman. Vika juga mengajak Ket untuk pergi bersamanya.
“Ket, Vika sudah tidak sabar melihat….”
“Sabar dong, bentar lagi juga sampai”
Setibanya di taman, ternyata Rey telah menunggu saat Vika berjalan mendekati Rey tiba-tiba ada seorang gadis mendekati Rey. Ternyata….Ternyata itu adalah pacar Rey. Rasti namanya.
“Hai…ngapain kamu disini???” tanya Risti
“A…a aku hanya cari angin saja (sambil gugup) Vika hanya melihat dari kejauhan.
“Ket, kira-kira siapa gadis itu??”
“Ket juga tak tahu Vik…!!”
Semakin lama, pembicaraan pun semakin banyak antara Rey dengan Risti.
“Kamu lagi nunggu pacar mu ya? Yang namanya Vika itu tu…”
“Vika!! Dia bukan pacarku, aku tidak mencintainya. Aku hanya berpura-pura. Pacar ku hanya kamu”.
Vika meneteskan air mata. Dia tak percaya dengan apa yang terjadi. Musnahlah sudah semua harapannya. Kue dan kadonya dibawa pulang bersama Ket.
Di rumah Vika hanya menangisdan menangis di hadapan Ket.
“Sudahlah Vika…, Rey itu memang brengsek, nanti biar Ket yang memberinya pelajaran, dia memang brengsek”
“Jangan….(dengan spontan Vika menjawab). Jangan..beritahu semua yang Vika lihat tadi”
“Vik…dia uda nyakiti Vika” Vika pun masih teguh dengan pendiriannya
Akhirnya Ket memilih untuk bungkam
Setelah Ket pulang, Vika membuat vidio di hendycamnya. Di situ Vika menyanyikan lagu happy brithday dan meniup lilin di kue tersebut lalu berucap
“happy brithday Rey. Semoga panjang umur dilancarkan rezekynya dan mendapatkan yang lebih baik dari Vika…. Maaf ya kalau Vika udah tau semuanya. Vika gak marah kok. Mungkin itu yang terbaik untuk kita. Oiya…Vika punya kado nih buat ..Rey”
Rekaman itu Vika simpan dan belum diberitahukannya pada Rey esok hari setelah kejadian itu Vika mulai menjauhinya. Dia perlahan-lahan mencoba-coba pergi dari kehidupannya meskipun dia sangat mencintainya.
Akhirnya Vika memutuskan untuk pindah sekolah. Vika akan pindah ke luar kota. Sebelum berpergian Vika tiba-tiba mengabarkan bahwa Rey masuk rumah sakit. Vika pun menjenguk Rey. Disana hanya ada Vika dan ket. Tak ada oarang lain yang menjaganya karna dia jauh dar orang tuanya. Setelah diperiksa ternyata selama ini rey menderita penyakit “gagal ginjal” penyakitnya sudah parah. Kalau tidak di operasi nyawa…. Tidak dapat tertolong lagi. Mendengar itu, Vika langusng shok. Vika bingung harus berbuat apa lagi tak ada ginjal yang cocok.
Akhirnya Vika memutuskan untuk memberikan salaj satu ginjalnya kepada Rey. Tapi Ket tidak menyetujuinya, karna itu berbahaya untuk Vika. Vika pun memohon pada ket untuk mengizinkannya dan tidak memberitahukannya pada siapapun.
Setelah berfikir panjang, Ket pun menyetujui dengan sangat terpaksa. Setelah berhasil, Vika langsung meninggalkan Rey ke luar kota yaitu kota Lampung. Rey pun sembuh. Tapi dia tidak tahu siapa yangn teah memberikan ginjal padanya.
7 bulan sudah mereka terpisah. Rey pun memutuskan untuk kuliah di kota lampung. Dia tidak tahu bahwa Vika juga kuliah disana.
Setelah Rey tiba di lampung. Tanpa sengaja mereka bertemu dengan bertatap muka. Vika meneteskan air mata. Vika dan Rey langsung pergi. Mereka tak sanggup tuk bertemu. Sekarang mereka telah menemukan kebahagiaan, tapi mereka tetap tak bisa melupakan satu sama lain.
Akhir-akhir ini Vika sering mengeluh kesakitan pada Ket. Ket langsung mengajak Vika ke dokter. Hasil pemeriksaan dokter ternyata ginjal Vika yang hanya satu tidak dapat berfungsi dengan baik. Sekarang giliran Vika yang sakit ginjal . Semakin lama penyakit Vika semakin parah. Sehingga ia sudah tidak sanggup lagi untuk kuliah. Vika berucap pada Ket.
“Ket, kita memang agak Vika udah tiba, satu keinginan Vika ingin memeluk rey untuk yang terakhir kalinya. Ket, apakah selama Vika gak pantas untuk mencintai dan dicintai?? Walaupun Vika gak ngerti artinya “cinta”, tapi Vika ingin merasakan cinta yang seutuhnya”.
Ket tak kuasa menahan tangis. Akhirnya Ket mempertemukan mereka berdua….Saat bertemu,mereka sangat gugup. Vika langsung memeluk Rey tapi Rey melepaskannya. Vika langsung berlari, Vika sekarang sangat merasa lega karena dia telha berhasil memeluk Rey walaupun dia dalam keadaan sakit parah. Sekarang Vika di rawat di rumah sakit. Ket selalu mejaganya. Sambil memegang erat tangan Ket.
‘Ket…nanti kalau Vika udah gak ada lagi, tolong berikan handycam dan cincin ini pada Rey, Walaupun Vika belum sempat memakainya. Maukah Ket…??”
“Vika..Vika itu akan sembuh dan pasti sembuh, Vika kan mau jadi pahlawan, jadi….”
Vika langsung memotong pembicaraan Ket
“Tapi Ket, Itu gak mingkin lagi, tolong Ket……Keti maukan nolongin Vika untuk yang terakhir kalinya?”
“Ya…iya” Sambil menangis
Perlahan-lahan Vika melepaskan genggaman tangannya, tak lama kemudian badanVika terasa lemas dan matanya perlahan menutup. Ket langsung memanggil dokter. Ternyata…..Nyawa Vika tak dapat tertolong lagi
“Vika………….” (jeritan Ket terdengar menyelusuri sudut-sudut rumah sakit)
Ket langsung memberitahukan keluaraganya dan keluaraga Vika
Ket datang ke rumah Rey dan dan menceritakan semua yang telah Vika lakukan pada rey.
“Rey, Vika meminta aku” memberikan ini padamu (memberikan Handycam Vika pada Rey) dan ini cincin dari Vika. Dia bilang walaupun kalian berdua belum pernah memakainya, tolong kau pakai cincin ini dan simpan cincin milik Ket”.
Setelah melihat rekaman itu, Rey langsung menangis.
“Ket, dulu aku memang tidak mencintainya, tapi aku selalu merasa nyaman berada di dekatnya. Baru kali ini aku menemukan seseorang seperti Vika. Dia sangat lugu, baik , perhatian, pokoknya dia adalah cinta sejatiku . Aku takut dia akan membenciku dan aku juga takut kehilangannya. Sekarang aku ingin minta maaf padanya. Mana dia sekarang? Aku ingin menemuinya”
Rey sangat ingin bertemu vika, tapi…apa boleh dikata. Ket menjelaskan semua pada rey.
“Rey…permintaan mu kali ini tidak dapat di penuhi”.
“”Mengapa demikian? Apa maksudmu?”
“Rey…yang sabar ya, sekarang tidak ada lagi, sosok vika seperti dulu. Vika telah menghadap sang khalik”.
“Kau bercandakan!! Itu tidak mungkin…… Vika…..Vika……telah meninggal dunia maksudmu” Ket hanya menggaruk
“Kenapa vika meninggal?”
“Itu karena cintanya terlalu besar padamu Rey. Kamu adalah cinta pertama sekaligus cinta terakhirnya. Selama ini dia belum pernah pacaran. Saat kau di rawat di rumah sakit, kami berdua menjengukmu lalu Vika merelakan salah satu ginjalnya untuk mu”.
“Ginjal??”
“Ya, Dia memintamu untuk menjaga gijalnya dan juga menjaga kelinci kalian “Molin”. Rey asal kamu tahu, Vika telah menggantungkan cita-citanya setinggi langit. Tapi semua itu tidak dapat ia rasakan. Inilah pengorbanan cintanya untuk mu Rey”
“Tidak…………..Aku menyesal telah menyakiti hatimu. Baik Vika , aku akan menjaga amanatmu. Aku akn selalu mengingat kata-katamu. Vika…….I LOVE YOU”
Aku anak tunggal dari keluarga terbilang ternama. Aku salah satu siswi di sekolah elite dan untuk kesekian kalinya aku menambah piala di lemari Kepsek sebagai juara 1 lomba english debate.
“Congratulation Nas, aku yakin kamu yang jadi pemenangnya,” kata Carol, salah satu teman dekatku sambil terus mengulum lolipopnya yang tinggal separuh.
“Ya….” Jawabku datar.
Lauravian Pranasha, orang – orang biasa memanggilku Nasha. Padahal sebenarnya aku ingin sekali orang – orang memanggilku Laura. Kau tahu kenapa? Mungkin nama Nasha terlalu keren untukku. Nasha, nama yang unik itu merupakan nama penggabungan dari kedua orang tuaku. Na, asal mulanya Krisna, nama ayahku. Dan Sha, diambil dari nama ibuku, Wisha.
Kring….Kring…Bel tanda istirahat membuyarkan semua lamunanku tentang diriku sendiri.
“Hai Nasha…! Selamat ya. Kamu sekali lagi berhasil ngalahin aku. Kapan-kapan gantian ya!” Kata Jasmine sambil mendekati tampat duduku. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
Tiba-tiba…..
Suara ringtone Can’t Take My Eyes Off You dari Muse mengagetkanku.
“Hallo, selamat ulang tahun ya sayang. Sayang maaf ya nanti mama pulangnya telat, karena masih ada urusan kerja. Jadi tidak bisa menemani Nasha,” Kata mama yang disebrang sana.
“Tapi ma, hari ini kan ulang tahun Nasha. Mama kan uda janji mau temenin Nasha, kali ini aja ma! Please ma untuk sekali ini aja,” ucapku memohon.
“Maaf sayang mama tidak bisa. Mama mau ada tamu penting dari taiwan. Udah! Mama mau siap-siap. Mama bisa-bisa kehilangan tender kalau tidak mengerjakan pekerjaan unu dengan baik. Mama yakin kamu akan baik-baik saja, nasha kan anak mama yang mandiri,” Kata mama sambil menutup handphonenya.
“Ma…ma…mama…!Denger Nasha dulu…..!! Teriakku.
Tut…tut…tut……………….
***
Taksi melaju dengan cepat menuju rumahku. Sekarang aku sudah sampai di depan rumahku yang mungil beratapkan bougenville yang telah banyak mengalami perubahan sama seperti perubahan pada penghuninya. Rumah yang dulu aku rindukan, rumah yang selalu aku banggakan, rumah yang nyaman dan indah. Dimana mama masih setia menungguku pulang sekolah. Papa pelang dengan suara deru mobilnya. Tapi sekarang hanyalah kenangan, yang kudapati dari rumahku adalah kesepian.. Aku rindu dengan suasana rumahku yang dulu, Segera aku masuk ke kamarku dan mengambil diaryku, seperti biasa apa yang akan aku lakukan.
Dear Diary,
Hari ini tanggal 15 Mei dimana usiaku yang ke-17“Sweet seventeen” yang telah ku tunggu – tunggu. Tapi untuk yang kesekian kalinya papa dan mama tidak bisa menemaniku. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Dan kau tahu diary? Mama bilang aku akan baik – baik saja, karena aku anak yang mandiri. Tapi itu bukan berarti aku tidak butuh mereka kan? Aku masih Nasha yang dulu, Nasha yang masih butuh orang tua untuk menemaniku. Kau tahu diary? Rasanya aku ingin teriak sekuat – kuatnya, untuk melepaskan kesedihanku. Memang hidup ini sebuah pilihan, tapi aku tidak pernah memilih untuk kehilangan kasih sayang mereka.
Tulisku sambil menutup buku diaryku. Kurebahkan badanku ke tempat tidur, kurasakan mataku yang panas, ya… hari ini aku ingin menangis, aku sedih, aku kesepian. Aku tidak tahu harus bagaimana, dan aku butuh seseorang untuk menemaniku. Aku tidak tahu mengapa aku merasa seperti ini? Dan yang aku tahu…., saat ini aku rindu mama, papa hari ini… hari ini saja…, tiba – tiba….
Tet… tet… tet… bel rumah berbunyi memaksaku untuk menghapus airmataku. Ketika ku buka pintu, ternyata….
“Hi Nas, maukah kamu pergi denganku?” canda kevin sambil tersenyum simpul di depan pintu rumahku.
Kevin Putra Fernandes, dia teman baikku. Sudah hampir 5 tahun kami dekat. Tapi dia bukan pacarku. Setidaknya sampai kini kami belum berpacaran. Dia cowok yang baik dan dewasa. Maklumlah umurnya 3 tahun lebih tua dariku.
Aku mencoba tersenyum dan menjawab pertanyaan kevin. Tapi aku tak kuasa menahan air mata ini. Kevin memandangku lalu membawaku ke mobilnya.
“Ya udah, kamu ceritain di mobil aja ya, kamu sepertinya butuh udara segar untuk me- refresh semuanya,” ujarnya.
***
Tak lama kemudian….
“Nas, sudah sampai,” katanya sambil membuka mataku. “What! RSJ?! Kamu gak salah Vin? Kamu ngajak aku kesini? Mau ngapain? Aku kan Cuma bercanda?!” kataku marah, campur kaget, campur kesel, pokonya campur aduk deh, udah kayak es campur. Ya inilah kevin, selalu punya banyak ide briliant yang succes berat untuk membuatku jantungan. Dia membawaku kesini setelah aku menceritakan semuanya di mobil tadi. Moga saja ini bukan ide briliant gilanya, doaku dalam hati.
“Gak Nas, aku gak bercanda! Ayolah kamu pasti dapat banyak hal dari sini.” Katanya sambil menarik tanganku mengajak masuk.
Keadaan didalam rumah sakit ini sangat aneh dan mengerikan bagiku. Maklumlah ini baru pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah sakit jiwa.
Tiba – tiba ada seorang cewek menarik lengan bajuku, sambil berkata. “Aku gak mau kalah. Pokoknya semua orang di dunia ini jahat! Mereka gak pernah memperdulikanku. Kembalikan…! Pokonya kembalikan semua milkiku!” katanya sambil terus menarik lengan bajuku. Untung saja, Kevin dan Suster yang membantu menenangkannya, kalau tidak aku mungkin sudah mati kaku sekarang.
Cewek yang cantik, kenapa dia disini? Dia juga masih muda mungkin umurnya berkisar 20 tahunan, ujarku dalam hati ketika rasa takutku sedikit luntur.
“Mbak maafkan pasien tadi, memang sudah biasa dia mengamuk tapi mbak tidak apa – apa kan?” tanya suster yang berumur separuh baya itu.
“Tidak apa – apa suster, tapi sus kalau boleh saya tahu kenapa cewek cantik itu bisa ada disini? Apa benar dia itu gila? Atau bagaimana?” tanyaku. Ups…! Aku keceplosan, celetukku pelan.
“Mbak ini ada – ada saja. Kalau orang yang ada disini ya setidaknya pasti gak waras mbak alias gila,” jawabannya dengan logat jawanya yang kental.
“Kamu benar – benar ingin tahu siapa dia?” tanga Kevin yang dari tadi hanya berdiri disebelahku.
Aku mengangguk bertanda ya, kemudian aku diajaknya menyusuri lorong panjang, dan akhirnya kami sampai di sebuah kamar. Kevin membukakan kamar itu.
“Cewek itu.” Pekikku kaget melihatnya. Cewek yang tadi menarik langan bajuku, tertidur pulas di atas tempat tidur.
“Jangan ribut,” kata Kevin. Kemudian dia menunjukkan sebuah papan berisikan data pasien.
NAMA: Vanny Putri Fernandes
USIA: 21 tahun
“Vin dia…?” tanyaku tak percaya.
Kevin mengajakku keluar dari kamar cewek itu, dia mengajakku duduk di taman rumah sakit jiwa itu.
“Nas, sebenarnya aku sudah lama ingin menceitakan ini, tapi aku gak berani. Dia kakakku. Dia sudah hampir 2 tahun disini. Dulu kak Vanny di mataku perfect, pintar dan cantik. Orang tuaku yang selalu membandingkan kami. Aku tak tahu apa yang menyebabkan kak Vanny seperti ini, yang aku tahu hari itu ketika aku mengetuk pintu kamarnya untuk mengajaknya sarapan, aku mendengar suara ribut – ribut dari kamarnya. Aku sudah mencoba tapi tak ada jawaban darinya. Akhirnya aku mendobrak pintu kamarnya dan aku melihat kak Vanny meringkuk, menangis, dan merengek seperti anak kecil. Semenjak itu, kami sekeluarga mencoba menyembuhkannya baik dengan terapi, dokter ataupun alternatif tetapi hasinya nihil. Dan inilah jalan terakhir yang harus kami pilih. Kata dokter Kak Vanny mengalami depresi yang sangat berat dan menyatakan bahwa kakakku gila. Dan setelah aku tanya pada kak Rasya, teman baik kak Vanny satu – satunya, dia bilang bahwa kak Vanny merasa gak ada yang memperhatikannya, tidak ada seorangpun yang menyayanginya, dan setiap kali kak Rasya bertanya apa masalahnya, kak Vanny selalu menjawab “aku baik – baik saja, aku gak butuh bantuan siapa pun” itulah kak Vanny, egois, dia merasa bahwa dia bisa tanpa siapa pun dan dia selalu menganggap orang tauku tidak mencintainya dan dia selalu berfikir tidak ada yang boleh mengalahkannya serta dia juga selalu merasa kurang dengan apa yang dia miliki,” cerita Kevin panjang lebar.
“Apa kamu gak pernah meras kehilangan orang tuamu seperti kak Vanny?” tanyaku.
“Pernah, tapi apa benar oarng tuaku sejelek itu? Gak kan Nas? Nyatanya mereka bekerja mencari uang untuk siapa? Untuk kami kan? Apalagi kalau bukan itu, aku sadar mereka sayang dengan kami cuma terkadang pekerjaan yang membuat mereka tidak punya waktu untuk kami. Apa ada orang tua yang tidak mencintai anaknya? Menurutku, seharusnya kita juga tidak boleh egois, iya kan?” tanya Kevin selama perjalanan.
Aku terdiam, aku gak tahu apa yang ada dipikiranku, semua perkataan Kevin masuk ke otakku menuju hatiku yang telah lama tak tersentuh, dalam…, dalam… sekali.
Dear Diary
Tadi aku pergi ke RSJ bersama Kevin, aku dapetin sesuatu yang benar – benar membuatku sadar. Ternyata selama ini aku salah dan bodohnya aku yang telah salah mengartikan kesendirianku. Ternyata aku sendiri karena aku menginginkannya, aku egois, aku tak pernah terbuka dengan orang lain, aku pikir dengan kepintaranku, aku bisa mengatasinya, aku gak butuh orang lain. Ternyata aku salah, salah besar… itu kesalahanku pertama. Kesalahanku yang kedua, aku tidak pernah bersyukur yang telah tuhan berikan. Bukankah Tuhan telah memberikan yang terbaik untuk hambanya. Kesalahanku yang ketiga, aku terlalu egois menganggap orang tuaku tidak memperhatikanku padahal aku yang tidak pernah memperhatikan mereka atau aku selalu meminta lebih kepada mereka. Terima kasih Tuhan, engkau telah membukakan mata hatiku hari ini, Aku janji akan menjadi lebih baik nantinya. Kututup buku diaryku dengan tersenyum.
Tiba – tiba….
“Malam sayang, ayo keluar! Papa dan mama udah nunggu kamu, sekarang ini hari ulang tahunmu kan? Sini! Anak mama udah tambah besar tapi harus tambah dewasa juga ya,” kata mama sambil memeluk dan mencium keningku.
Aku tersenyum dan memeluk wanita yang aku cintai ini. Maafin aku ya ma. Hari ini aku dapat kado yang sangat mahal dan paling berharga. Thanks banget ya Vin, kataku dalam hati sambil memeluk mama.
Kami pergi keluar untuk merayakan ulang tahunku. Terima kasih semuanya. Tuhan, akhirnya kerinduanku semuanya terobati. Aku ambil handphoneku kucari nomer Kevin, dan….
“Halo Kevin, makasih ya buat kadonya. Hmm, oh ya Vin. Apakah permintaanmu tentang diriku waktu itu masih berlaku?” tanyaku hati – hati.
“Ya iyalah, emangnya kenapa? Apa…?!” suara Kevin terhenti.
“Vin selama ini kamu udah nemenin aku dan memberikanku perhatian lebih, thanks banget ya. Aku Cuma mau bilang, aku mau mencoba menjalin hubungan denganmu, boleh…?!” tanyaku malu – malu anjing.
Kevin terdiam lama…. Sekitar 10 menit telah berlalu, ku hanya mendengar teriakkan Kevin dari seberang sana.
“Thanks Nasha, aku masih gak percaaya. Makasih ya.”
Kutatap langit penuh dengan bintang. Sudah lama aku tak melihat pemandangan malam seindah ini. Ataukah aku yang tak pernah menyadari keindahan ini. Terima kasih Tuhan. Sekarang aku harus berusaha agar sosok seorang Lauravian Pranasha dianantikan oleh banyak orang seperti matahari pagi yang bersianar yang diantikan banyak orang.